Jembatan Ampera merupakan hadiah Bung Karno bagi masyarakat Palembang yang dananya diambil dari dana perampasan perang Jepang. Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965 Oleh Letjend Ahmad Yani (sore hari Pak Yani pulang dan subuh 1 Oktober 1965 menjadi Korban G.30 S/PKI), sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Akan tetapi, setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera. tetapi masyarakat palembang lebih suka memanggil jembatan ini dengan sebutan “Proyek Musi”.
Tetapi baru-baru ini ada wacana perubahan nama Jembatan Ampera menjadi Jembatan Bung Karno yang ditanggapi negatif oleh sejumlah masyarakat Palembang. Mereka beranggapan, nama Ampera sudah menjadi trade mark Palembang sehingga mereka nama Ampera jangan diganti yang lain.
"Aku taunyo Ampera tula jembatan di Palembang ni. Kalu digenti namo, kagek banyak yang betanyoan kemano Ampera," kata Ardi, mahasiswa Universitas PGRI Palembang, (TribunNews.com).Sama dengan Ardi, Chandra juga tidak sependapat jika Ampera diganti nama. Dikatakan mahasiswa Universitas IAIN Raden Fatah Palembang ini, nama Ampera sudah melekat di benak banyak orang. Setiap kali menyebut kata Palembang, pasti akan selalu terlintas kata Ampera. Bahkan, menurut Chandra, nama Ampera sudah bergema hingga telinga internasional.
"Kalau nyebut Palembang, selain pempek, pasti orang akan menyebut nama Jembatan Ampera. Menurut saya, kalau Ampera diganti nama, Palembang akan kehilangan ciri khasnya," kata Chandra. (TribunNews.com).
Pada awalnya, bagian tengah badan
jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat di bawahnya
tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan
peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua
menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total
waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit.
Pada saat bagian tengah jembatan
diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50
meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak
diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya
sembilan meter dari permukaan air sungai. Sejak tahun 1970, Jembatan Ampera
sudah tidak lagi dinaikturunkan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk
mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu
lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua daerah Kota Palembang yang dipisahkan
oleh Sungai Musi.
Alasan lain karena sudah tidak ada
kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi. Pendangkalan yang semakin parah
menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa dilayari kapal berukuran besar. Sampai
sekarang, Sungai Musi memang terus mengalami pendangkalan.